Pada sesi ini, ada dua pembicara yang akan berbagi pengetahuan tentang Transit Oriented Development berdasarkan keahliannya. Pembicara pertama adalah Ibu Deliani Siregar, Senior Urban Planning Gender & Social Inclusion Associate di ITDP Indonesia, dan Bapak Ibnu Mahmud Junaidi, Business Development Manager di PT. Properti Komuter Adhi. Pada sesi pertama, Ibu Deliani Siregar dari ITDP membagikan 5 hal penting tentang TOD. Dimulai dengan, mengapa TOD? fakta pembangunan, mispersepsi tentang TOD, dan tantangan pembangunan.
Ada empat topik yang dibagikan Bu Deliani dari sudut pandangnya tentang TOD. Yang pertama kenapa TOD? Apa fakta perkembangan TOD? Kesalahpahaman tentang TOD, dan apa tantangan pengembangan TOD. Pertama-tama, Bu Deliani mendefinisikan 8 hal mengapa TOD harus dikembangkan;
- Tersedianya transportasi massal
- Konektivitas tinggi di dalam area
- Berjalan kaki adalah pilihan mobilitas utama di area ini
- Bersepeda sebagai pilihan utama untuk mobilitas lebih lanjut
- Area kompak memperhatikan hubungan antar bangunan
- Bervariasinya penggunaan lahan di dalam kawasan
- Pertumbuhan kepadatan di kawasan untuk memaksimalkan penerimaan manfaat angkutan umum
- Perubahan moda transportasi secara otomatis akan mendorong dan menciptakan kebiasaan baru
Faktanya, masih ada beberapa masalah dengan realita perkembangannnya. Dari skema kelembagaan yang tidak jelas, dan terkadang pembangunan TOD yang diarahkan jauh dari Jakarta mendorong terjadinya urban sprawl baru di kawasan-kawasan pembangunan tertentu. Meskipun istilah TOD sudah cukup umum di wilayah Jakarta, namun masih ada beberapa persepsi yang salah tentang TOD.
- TOD bukan simpul. Transit TOD tidak boleh dibatasi oleh stasiun angkutan umum berbasis rel.
- TOD tidak hanya tentang perumahan. TOD merupakan penggunaan mixed-use, aktivitas campuran, dan pendapatan campuran.
- Dekat dapat diakses. Bukan soal seberapa dekat dengan suatu fasilitas, tapi seberapa inklusif untuk diakses oleh semua orang.
- Urban sprawl bukanlah TOD.
Last but not least, pengembangan TOD juga tidak mudah dan sering dihadapkan pada banyak tantangan. Mulai dari masalah kepemilikan tanah, bangunan dan infrastruktur yang ada di wilayah pengembangan, kemauan politik, pendanaan, dan penilaian tanah. Pengembang yang akan mengembangkan TOD harus dapat memastikan bahwa konsep yang ditawarkan menekankan pada kemudahan akses transportasi umum dan kendaraan tidak bermotor, serta memprioritaskan kelompok rentan di perkotaan. Tantangan seperti konsolidasi tanah membutuhkan banyak waktu dan biaya. Ada juga kekuasaan yang terbatas dalam perencanaan dan pengelolaan holistik, dan partisipatif dalam pembangunan dan implementasi.
Bergeser ke perspektif pengembang, Bapak Ibnu Mahmud Junaidi, Manajer Pengembangan Bisnis di PT. Adhi Commuter Property membagikan apa itu PT. Proyek TOD Adhi Commuter Property, konsep dan prinsip yang digunakan, serta implementasi dan tantangan saat ini. Berfokus pada wilayah Jabodebek, PT. Proyek Adhi Commuter Property atau ADCP terutama berfokus pada pengembangan properti di area stasiun transit tertentu untuk membuat TOD. Produk pengembangan properti mereka adalah LRT City, Adhi City, Grandhika Hotel, dan anggota LRT City seperti Grand Central Bogor dan Cisauk Point.
Konsep ADCP adalah untuk memikirkan kembali sudut pandang pelanggan tentang stasiun kereta api dari 'stasiun kereta api yang kami lewati', menjadi 'stasiun kereta api tempat kami berkumpul'. Tidak jauh berbeda dengan prinsip ITDP tentang TOD, ada lima prinsip TOD ADCP yang diterapkan pada proyek mereka, yaitu:
- Dapat ditempuh dengan berjalan kaki
- Mixed-use
- Memadatkan
- Menghubungkan
- Perubahan dan transit.
Prinsip-prinsip tersebut telah diterapkan pada proyek-proyek mereka saat ini seperti LRT Kota Bekasi, LRT Kota Sentul, dan LRT Kota Jatibening. Dari sudut pandang pengembang, tantangan pengembangan TOD ADCP juga cukup mirip dengan tantangan yang telah dijelaskan oleh Ibu Deliani. Pertama, tantangan regulasi, antara lain tata guna lahan, rasio parkir, dan pengelolaan TOD. Kedua, aksesibilitas ke stasiun/transportasi massal yang masih belum memadai. Terakhir, pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk menciptakan kawasan berorientasi transit.
Ingin mengetahui pembahasan lengkap Rembug Bareng #10? Silahkan kunjungi tautan ini.